Senin, 08 November 2010

Murka Alam

  • Peristiwa demi peristiwa berlalu begitu saja sedih dan duka nestapa dimana-mana, Alam yang ramah kini berubah menjadi murka, menebarkan bencana dimana-mana, semua bencana adalah akibat ulah manusia, karena kita berbuat semena-mena, hutan gundul nyaris tiada sisa pertanda kerakusan manusia tiada tara Kini ribuan manusia jadi merana, tercampak, tertindas dan tersiksa, akankah alam berhenti menebar petaka, dan kita bersanding bersamanya, Letusan gunung dan tsunami dimana-mana.Adalah pertanda murka alam yang nyata masihkah kita akan terus diam dan terlena, hingga kapan bencana selalu mendera Alam dan manusia harus hidup bersama, kembali bergenggaman tangan melangkah seayun dan seirama Menghadapi masa depan yang bahagia.

Alam vs tingkah manusia

Kejadian yang bertubi-tubi seperti banjir dan longsor belakangan ini di berbagai daerah disebabkan penggundulan hutan di daerah hulu semakin merajalela. Luas lahan hutan lindung yang tinggal 18% di Jawa akan selalu mengancam terjadinya longsor dan banjir ketika hujan dengan curah hujan tinggi terjadi. Daya tampung tanah bergembur untuk menyerap air sangat terbatas. Tanah juga bersifat labil dan mudah bergeser. Dengan kemiringan topografi  yang terjal menambah faktor yang membuat daerah itu mudah longsor. Sementara itu pengelolaan lingkungan yang optimum semakin terabaikan. Padahal studi yang menyangkut aspek lingkungan sudah begitu banyaknya. Manual  petunjuk tanda-tanda akan terjadinya bahaya longsor dan banjir juga cukup banyak. Namun mengapa bencana masih juga terjadi?  
            Sebagai faktor  penyebab utama bencana itu sebenarnya  adalah ulah manusia sendiri. Tanpa sadar fungsi hutan sebagai penyangga daya serap air semakin kritis. Di sisi lain fungsi kendali  tata ruang dan pengelolaan sumberdaya alam (SDA) begitu terabaikan.
Alam lalu ”murka” karena manusia melawan dan merusaknya. Lambat tetapi pasti, muncullah tragedi kemanusiaan berupa musibah banjir dan tanah longsor. Walau beribu kali program reboisasi dilakukan kalau mental manusia yang rakus tidak terubah dan diubah, tetap saja musibah itu akan menimpa dan berdatangan. Ternyata sebagian manusia  tidak mau belajar dari setiap kejadian alam. 

Aktivitas Gunung Merapi Tak Lazim

 
Perkembangan aktivitas vulkanik Gunung Merapi saat ini tidak lazim. Tanda-tanda menuju letusan tidak seperti masa menjelang puncak erupsi beberapa tahun terakhir.

Perubahan aktivitasnya sangat cepat menuju puncak kritis, tanda-tanda erupsi kali ini berbeda dengan letusan tahun 2006. Masa erupsi Merapi yang terakhir pada pertengahan 2006 antara lain ditandai dengan semburan awan panas, luncuran lava pijar, dan hujan abu secara intensif.

Kondisi Merapi saat ini semakin kritis antara lain ditandai dengan peningkatan secara mencolok aktivitas vulkanik gunung setinggi sekitar 2.965 meter dari permukaan air laut itu. Frekuensi gempa vulkanik Merapi saat ini hingga 50 kali per hari, sedangkan gempa multiphase 479 kali. Baik secara deformasi maupun seismik peningkatan aktivitasnya sangat tajam
Perkembangan aktivitas Merapi itu tanpa disertai dengan gejala yang terlihat di permukaan. Namun perkembangan itu mirip dengan sejumlah tanda menjelang erupsi Merapi pada 1997. pusat energi gempa vulkanik Merapi saat ini di kedalaman antara satu hingga tiga kilometer dari puncak Merapi. Adanya perubahan menuju pembentukan kubah lava baru sebagai akibat gerakan magma dari dalam gunung yang mendekati puncak Merapi.

Gerakan magma diperkirakan mengelompok di bagian timur laut dan barat daya dari puncak Merapi. Tapi, hingga saat ini belum bisa dipastikan arah longsoran material vulkanik dari puncak Merapi. Karenanya, perlu respons secara serius berbagai pihak antara lain masyarakat dan pemerintah daerah yang memiliki wilayah Gunung Merapi yakni Kabupaten Magelang, Klaten, Boyolali (Jateng) dan Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta). Karena ada kemungkinan erupsi tidak lazim atau di luar letusan Merapi yang normal seperti beberapa tahun terakhir

BPPTK sejak Kamis (21/10/2010) pukul 18.00 WIB menaikkan status aktivitas vulkanik Gunung Merapi dari waspada menjadi siaga. Status gunung berapi ditandai dengan aktif normal, waspada, siaga, dan awas.
Referensi dan sumber 
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK)